/ Berita Disnak / Detil

Disnak Sumbar   12 Februari 2019

Peternak Ayam Petelur Terancam Bangkrut


”Kondisi usaha peternak ayam petelur di Sumbar, khsusunya di Payakumbuh, Limapuluh Kota, dan Tanahdatar, saat ini sudah merugi. Sejak harga pakan mengalami kenaikan pada Oktober 2018 lalu, sampai kini harganya masih belum stabil,” kata Ketua Perhimpunan Peternak Unggas Indonesia (PPUI) Sumbar, H Khazanatul Israr Datuak Pangulu Nan Babudi kepada Padang Ekspres di Payakumbuh, Senin (11/1).

Dia merinci, saat ini harga semi konsentrat (pakan ayam setengah jadi) mengalami kenaikan dari Rp 7.000/kg menjadi Rp 7.500/kg. Begitu pula harga jagung dengan kadar air 17 persen yang biasanya Rp 4.000/kg, saat ini mengalami kenaikan Rp 5.500 sampai Rp 5.700/kg.

”Untuk harga jagung, kenaikannya sudah berlangsung enam bulan. Ini terjadi karena produksi jagung tidak seimbang dengan kebutuhan. Yang mana, kebutuhan jagung untuk pakan ayam adalah 50 persen. Kebutuhan untuk peternak Sumbar lebih kurang 500 ton/hari. Sedangkan kebutuhan untuk pabrik di Padang lebih kurang 200 ton/hari. Sementara, petani kita belum siap untuk budi daya jagung. Di lain pihak, pemerintah men-stop importasi jagung,” kata Israr.

Ditanya Padang Ekspres bukankah sejak Januari lalu, pemerintah melalui Bulog sudah kembali membuka kran impor jagung, untuk memenuhi kebutuhan pakan ayam di Indonesia? Israr menjawab, memang pemerintah sudah membuka kran impor, tapi kuotanya tidak sampai ke Sumbar, khususnya ke Payakumbuh dan Limapuluh Kota. “Yang dapat kuota impor jagung, untuk Pulau Jawa saja,” katanya.

Selain harga jagung yang naik, menurut Khazanatul Israr, harga dedak (bekatul) juga mengalami kenaikan. “Harga normal dedak Rp 2.200/kg. Saat ini, malah Rp 2.500 sampai Rp 3.000/kg,” ujar putra Sungaikamuyang, Limapuluh Kota yang menetap di Balai Nan Duo, Payakumbuh ini.

Tidak hanya dedak, harga DOC (day old chicken) atau bibit ayam, juga mengalami kenaikan. “Harga DOC yang normalnya Rp 7.500 per ekor, saat ini menjadi Rp 10.000/ekor,” kata Khazanatul Israr Datuak Pangulu Nan Babudi.

Ironisnya, di tengah kenaikan harga pakan dan DOC yang semakin menjadi-jadi, harga telur ayam justru mengalami penurunan. Dari Rp 1.300 per butir menjadi Rp 1.180 per butir. Begitu pula dengan harga ayam afkir, juga mengalami penurunan dari Rp 35.000/ekor, menjadi menjadi Rp 20.000/ekor.

“Atas kondisi ini, kami dari PPUI Sumbar sudah menyurati Kepala Dinas Peternakan Sumbar. Kami berharap, pemerintah segera membantu peternak ayam. Agar peternak jangan sampai bangkrut. Karena kondisi saat ini, untuk menutupi kerugian, ayam yang masih produktif, sudah mulai diafkir dini oleh kawan-kawan peternak,” kata Israr.

Bukan itu saja, menurut Israr, banyak peternak tidak mampu lagi membayar kredit di bank akibat terpuruknya sektor peternakan. “Bunga bank dan cicilan pada bank, sudah mulai ada yang macet. Kalau kondisi ini tidak cepat ada solusi. Dampaknya luar biasa terhadap perekonomian rakyat di Sumbar, terutama Payakumbuh, Limapuluh Kota, dan Tanahdatar,” pungkas Khazanatul Israr.

Senada dengan Israr, Ketua  Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) Indonesia Sumbar, Perdana Agusta atau Agung, juga pernah mengeluhkan kondisi harga pakan ayam yang terus naik, sementara harga jual telur dan ayam afkir cenderung menurun. Agung juga pernah meminta kepada Gubernur Sumbar agar merevisi Peraturan Gubernur.

“Sewaktu pabrik Japfa didirikan di Sumbar, Gubernur pernah mengeluarkan Pergub, bahwa pabrikan lokal harus mengambil 50 persen jagung lokal dan 50 persen jagung impor. Pergub ini menjadi buah simalakama, ketika pemerintah stop import. Sehingga terjadi tarik menarik jagung lokal antara pabrikan dan peternak. Membuat demand-nya  meningkat. Makanya, kami meminta Pergub ini direvisi dan dikaji ulang untuk dibatalkan,” kata Agung yang beternak di Payakumbuh.

Di luar urusan pakan, Agung mewakili peternak anggota Pinsar Indonesia Sumbar, juga pernah menyorot masalah perpajakan yang membuat mereka sulit untuk bernafas. “Karena kami disebut peternak rakyat bukan koorporasi atau pengusaha besar. Peternak rakyat harusnya diberi ruang keleluasaan dalam keringanan pajak, karena kondisi peternakan yang labil. Bukan sebaliknya ditekan dari sisi pembayaran pajak,” kata Agung mewakili aspirasi peternak. Sumber: Padang Ekspres


Komentar Anda