Disnak Sumbar 08 November 2011
RAPAT KOORDINASI RABIES REGIONAL TERPADU SE-SUMATERA
RUMUSAN RAPAT KOORDINASI RABIES REGIONAL TERPADU SE-SUMATERA
Hotel Santika, Pangkalpinang, 26-28 Oktober 2011
Setelah mendengarkan arahan dari Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, sambutan pembukaan dari Gubernur Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, paparan narasumber (Komnas Zoonosis, Direktur P2B2-Kementerian Kesehatan, Direktur Kesehatan Hewan, Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner, Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati, BPPV Regional III, Dinas Peternakan Provinsi Bali, FKH-UGM, WSPA dan Sekretariat Rabies Sumatera), Rapat Koordinasi Rabies Regional Terpadu Se-Sumatera ini mencatat:
- Bahwa rabies merupakan penyakit prioritas baik di Kementerian Pertanian dan Kementerian Kesehatan yang masih menjadi masalah di Indonesia dengan semakin bertambahnya jumlah daerah yang tertular dan juga adanya peningkatan kasus pada manusia dan hewan di beberapa daerah.
- Bahwa beberapa wilayah di Indonesia yaitu 9 (sembilan) Provinsi yaitu Kepulauan Riau, Kepulauan Bangka Belitung, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, Papua dan Papua Barat merupakan daerah bebas rabies, namun demikian masih ada ancaman terhadap masuknya rabies ke wilayah-wilayah tersebut.
- Bahwa kebijakan nasional pengendalian dan pemberantasan rabies adalah mempertahankan wilayah bebas rabies dan membebaskan daerah tertular secara bertahap dengan strategi fokus pada vaksinasi massal yang berkelanjutan di dukung eliminasi tertarget, KIE, pengawasan lalu lintas dan kontrol populasi.
- Bahwa khusus untuk wilayah endemis rabies di Sumatera, data beberapa tahun terakhir ini menunjukan kasus rabies pada hewan cenderung berfluktuasi dan belum menunjukan tren penurunan kasus, bahkan dibeberapa daerah masih cenderung tinggi. Namun demikian jumlah kasus tersebut belum menunjukan situasi rabies sebenarnya di daerah-daerah tersebut akibat kurang optimalnya kegiatan surveilans.
- Bahwa cakupan vaksinasi di wilayah tertular rabies di Sumatera belum mencukupi dikarenakan kurangnya jumlah vaksin yang tersedia, kurangnya dana operasional dan sumber daya manusia. Selain masalah cakupan, data terkait tingkat kekebalan kelompok HPR khususnya anjing belum diketahui secara pasti.
- Bahwa data kasus rabies hasil pemeriksaan BPPV dan Laboratorium Kesehatan Hewan di daerah belum terintegrasi.
- Bahwa di Sumatera terdapat pulau-pulau yang bebas rabies secara historis, namun demikian surveilans terstruktur dalam rangka pernyataan bebas secara formal belum dilakukan.
- Bahwa selain kerugian bagi kesehatan masyarakat dan hewan, rabies juga dapat mengakibatkan adanya kerugian ekonomi, sosial dan budaya, namun demikian kerugian-kerugian tersebut khususnya kerugian ekonomi belum banyak dikaji.
- Bahwa dalam rangka melindungi wilayah bebas rabies dari tingginya ancaman masuknya rabies, maka vaksinasi dapat dilakukan di daerah bebas tersebut, dan hal ini telah direkomendasikan oleh komisi ahli kesehatan hewan.
- Bahwa program pengendalian dan pemberantasan rabies di Provinsi Bali yang telah menerapkan pendekatan one health dinilai cukup berhasil dalam menekan kasus rabies pada hewan dan manusia.
- Bahwa telah disusun program aksi road map pembebasan Sumatera dari rabies 2011-2015.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Rapat Koordinasi Rabies Regional Terpadu Se-Sumatera merekomendasikan:
- Seluruh Provinsi Se-Sumatera tetap berkomitmen untuk mencapai status bebas rabies 2015, sehingga perlu adanya pembaharuan Surat Keputusan Bersama Gubernur Se-Sumatera agar komitmen pengendalian dan pemberantasan rabies tetap kuat menuju Sumatera Bebas Rabies 2015. Tugas ini diberikan kepada Sekretariat Rabies dengan difasilitasi oleh Pemerintah (Kementerian Pertanian, Kementerian Kesehatan dan Kemenkokesra). SKB Gubernur ini perlu menambahkan Peraturan Presiden Nomor 30 tahun 2011 tentang Pengendalian Zoonosis sebagai konsiderannya.
- Menjadikan Road Map pembebasan Sumatera dari rabies 2011-2015 sebagai acuan dalam program pengendalian dan pemberantasan rabies di Sumatera. Road map ini perlu dievaluasi lebih lanjut oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah setiap tahun agar kemudian bisa dijalankan sesuai perencanaan. Road map tidak hanya mencakup aspek kegiatan dan pembiayaan juga perlu diperhatikan aspek sumber daya manusianya.
- Perlu adanya identifikasi sumber pendanaan lain yang tidak mengikat selain APBN dan APBD dalam pelaksanaan pengendalian dan pemberantasan rabies dengan difasilitasi oleh Pemerintah.
- Perlu adanya penyediaan Vaksin anti rabies untuk hewan dan manusia sesuai dengan populasi HPR pada Local Area Spesific (LAS).
- Perlu adanya peningkatan surveilans yang terstruktur untuk memberikan gambaran kasus rabies pada hewan, serta kajian terhadap cakupan vaksinasi dan kekebalan kelompok (Pre dan post vaksinasi). Surveilans ini harus direncanakan dan dilaksanakan secara terpadu antara Dinas Teknis dan BPPV Regional. Data hasil surveilans harus dikirimkan ke Sekertariat Bersama Rabies se-Sumatera (Provinsi Bangka Belitung) dan dianalisa oleh BPPV regional.
- Perlu adanya surveilans terstruktur dan kajian teknis di pulau-pulau yang bebas rabies secara historis (tidak pernah ada kasus) untuk kemudian dijadikan dasar dalam penetapan status bebas secara formal. Setiap provinsi dan BPPV Regional diharapkan mengidentifikasi daerah/wilayah/pulau yang berpotensi untuk segera dibebaskan.
- Perlu adanya kajian kerugian ekonomi akibat penyakit hewan, khususnya rabies sebagai dasar dalam meyakinkan pengambil kebijakan khususnya terkait pendanaan untuk bisa mengalokasikan dana bagi pengendalian dan pemberantasannya. Kajian dilakukan oleh Komisi Ahli Kesehatan Hewan dengan difasilitasi oleh Pemerintah. Kajian akan disampaikan pada Rakor Rabies Regional Terpadu se-Sumatera tahun 2012.
- Perlu mempertimbangkan untuk menjadikan program pengendalian dan pemberantasan rabies di Provinsi Bali sebagai model dalam pengendalian dan pemberantasan rabies di Sumatera.
- Perlu adanya regulasi ditingkat lokal dalam pengendalian dan pemberantasan rabies, baik itu dalam bentuk peraturan Gubernur/Bupati/Walikota atau Peraturan Daerah dengan strategi pengendaliannya mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 30 Tahun 2011. Regulasi ini harus segera disusun tahun 2012.
- Dalam rangka mencapai status bebas rabies di Sumatera tahun 2015 maka hal yang harus dilakukan adalah:
- Untuk wilayah bebas rabies : Membebaskan secara formal wilayah yang secara historis bebas rabies dengan surveilans terstruktur; Peningkatan sistem peringkatan dini (early detection, reporting dan response) Pengawasan lalu lintas yang ketat; KIE Kontrol populasi; Dukungan peraturan daerah.
- Untuk wilayah endemis : Meningkatkan cakupan vaksinasi (>70%) dan kekebalan kelompok dengan dukungan data populasi yang akurat dan vaksinasi massal yang teratur (Setiap bulan September) Surveilans berkelanjutan untuk melihat hasil vaksinasi; Respon cepat yang terintegrasi antara kesehatan dan kesehatan hewan dalam penanganan kasus gigitan; Pengawasan lalu lintas yang ketat; Kontrol populasi dan eliminasi selektif; Dukungan logistik dan sumberdaya yang mencukupi; Dukungan peraturan daerah.
- Membentuk Komisi Provinsi/Kabupaten/Kota Pengendalian Zoonosis selambat-lambatnya tanggal 20 November 2011 sebagai tindak lanjut pembentukan Komisi Nasional Zoonosis. Komisi ini harus melibatkan semua instansi teknis dan non teknis yang diperlukan dalam pengendalian zoonosis. Diharapkan Komisi zoonosis ini dapat mendukung percepatan pencapaian status bebas rabies.
- Seluruh jajaran pelayanan kesehatan melaksanakan tata laksana kasus gigitan HPR sesuai SOP.
- Badan Karantina Pertanian mengupayakan penyelesaian rancangan peraturan Menteri Pertanian yang mengatur lalu lintas HPR pada akhir 2011 dan sekaligus mencabut SK Menteri Nomor 1096 tahun 1999.
- Menetapkan format pelaporan dari sekretariat rabies yang mencakup semua pencapaian terhadap rekomendasi/rumusan rapat koordinasi rabies regional se-sumatera.
- Dalam memenuhi kebutuhan Sumber Daya Manusia (SDM), khususnya tenaga dokter hewan dan paramedis veteriner harus menjadi perioritas di wilayah masing-masing.
- Diperlukan peningkatan kemampuan dan pengetahuan tenaga medis veteriner dalam melaksanakan pengendalian populasi HPR melalui kegiatan sterilasasi (ovariohisterectomy dan kastrasi).
- Perlu adanya tindak lanjut hasil pertemuan ini oleh masing-masing Provinsi se-Sumatera dengan koordinasi intensif yang difasilitasi oleh Sekretariat Rabies.
- Menunjuk Provinsi Lampung sebagai tuan rumah Rapat Koordinasi Rabies Regional Terpadu Se-Sumatera tahun 2012 dan tahun 2013 di Sumatera Utara.
Pangkalpinang, 28
Oktober 2011
TIM PERUMUS
Komentar Anda