Ir. Dameria, MP 22 Februari 2021
Pendahuluan
Sampai saat ini, pemenuhan kebutuhan akan protein hewani khususnya daging masih belum dapat mengimbangi permintaan dalam negeri sehingga masih diperlukan impor dalam jumlah yang cukup besar. Produksi daging sapi di dalam negeri 2019 ditetapkan sebesar 429.412 ton, Sementara kebutuhan daging nasional pada 2019 sesuai kajian Badan Pusat Statistik (BPS) disepakati sebanyak 2,56 per kilo gram (kg) per kapita per tahun. Dengan jumlah penduduk tahun 2019 sebanyak 268,07 juta, maka total kebutuhan daging sapi diperkirakan sekitar 686.270 ton. Dengan produksi hanya 429.412 maka terdapat kekurangan sebesar 256.858 ton, yang akan direncanakan untuk diimpor baik berupa sapi bakalan maupun daging. Untuk mengatasi impor tersebut diperlukan adanya upaya yang lebih intensif untuk mendongkrak peningkatan produksi dan produktivitas ternak khususnya untuk sapi potong di Indonesia.
Salah satu fungsi UTD.Ternak Ruminansia berdasarkan Peraturan Gubernur Sumatera Barat Nomor 103 Tahun 2017, diantaranya adalah, pelaksanaan pusat pengembangan dan pembibitan ternak sapi, kerbau, kambing/domba untuk memperbaiki mutu genetik, peningkatan produktifitas ternak baik dari sisi kualitas maupun kuantitas. Namun dalam mencapai hal tersebut sering dihadapkan dengan berbagai permasalahan, seperti kekurangan ketersediaan pakan ternak, sarana dan prasarana pendukung dan sistem pengelolaan ternak yang belum maksimal. Untuk itu dirasa perlu untuk mengkaji kembali semua permasalahan yang ada sehingga dapat disusun/direncanakan program dan kegiatan 5 tahun kedepan.
Tujuan
Manfaat
1. Isu strategis
Produksi dan produktivitas ternak sapi masih rendah, baik karena faktor genetik maupun lingkungan (terutama pakan dan teknik pemeliharaan).
a. Kurang tersediaanya pakan ternak, baik kuantitas maupun kualitas yang disebabkan:
b. Sarana dan Prasarana yang tersedia belum memenuhi kebutuhan
Kondisi UPTD Ternak Ruminansia
Dalam upaya mengembangkan usaha dan meningkatkan produktivitas sapi potong, maka perlu memperhatikan tiga hal utama yaitu tersedianya lahan, ternak (bibit), dan pakan (Soedrajat, 2000).
1. Lahan
Berdasarkan keputusan Gubernur Sumatera Barat Tahun 2006 Luas Areal eks. Area Development Project (ADP) Air Runding yang luasnya 2000 Ha, diperuntukan untuk Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Barat adalah seluas 500 Ha, sedangkan yang 1000 ha adalah untuk masyarakat Kab. Pasaman Barat dan 500 ha lagi untuk Pemda Kab. Pasaman Barat.
Dari 500 ha lahan yang diperuntukan untuk Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Sumatera Barat, 45 Ha sudah dikelola dan dimanfaatkan baik untuk Pembangunan Sarana dan Prasarana, seperti kantor, gedung pertemuan, rumah karyawan, pabrik pakan, jalan, kandang ternak, gudang pakan, lahan hijauan pakan ternak ( rumput potong dan leguminosa), padang padang pengembalaan dan lain-lain.
2. Pakan Hijauan
Pakan hijauan merupakan salah satu aspek penting dalam pemeliharaan ternak ruminansia, selain berfungsi untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok ternak ruminansia, juga merupakan sumber karbohidrat, protein, vitamin dan mineral. Peningkatan produksi dan produktivitas ternak terutama ternak ruminansia, seiring dengan peningkatan kualitas dan kuantitas pakan hijauan. Hal ini dikarenakan pakan hijauan merupakan sumber pakan utama bagi ternak ruminansia. pakan yang baik dan bermutu akan sangat menentukan keberhasilan usaha sapi potong tersebut
Adapun lahan yang sudah dimanfaatkan mendukung ketersediaan pakan adalah sebagai berikut :
a. Lahan yang sudah ditanami dengan pakan rumput potong adalah seluas 2 ha
b. Luas lahan padang pengembalaan 20 ha
c. Luas pakan Indigovera 2,5 ha.
Namun kondisi sekarang produksinya tidak maksimal, sehingga belum bisa diharapkan dapat memenuhi kebutuhan ternak yang ada sekarang secara kontinue sepanjang tahun.
3. Jenis ternak, Populasi dan Sistem Pemeliharaan Ternak
Jumlah ternak yang dipelihara pada UPTD Ternak Ruminansia adalah sebanyak 323 ekor, yang terdiri dari sapi bali sebanyak 257 ekor, sapi pesisir sebanyak 64 ekor dan sapi simental sebanyak 2 ekor. Sapi bali adalah sapi yang populasi tertinggi yang ada sekarang.
Ada beberapa keunggulan pemeliharaan Sapi Bali, yaitu dalam memanfaatkan hijauan pakan yang berserat tinggi, mempunyai daya adaptasi terhadap iklim tropis, fertilitas tinggi (83%) dan persentase karkas lebih tinggi dibandingkan dengan sapi lainnya yaitu 56 % dengan kualitas karkas yang baik.
Sapi Pesisir merupakan sapi lokal asli dari Sumatera Barat yang berasal dari Kab. Pesisir selatan, yang mempunyai tubuh kecil namun mempunyai karkas yang lebih tinggi dibandingkan sapi Ongole dan sapi Madura, disamping itu sapi pesisir juga mempunyai produktifitas yang tinggi dan tahan terhadap kualitas pakan yang jelek.
Pemeliharaan ternak sapi pada UPTD Ternak Ruminansia secara semi intensif yaitu pada siang hari ternak dilepas di padang penggembalaan dan pada malam hari dikandangkan, sehingga pemeliharaannya lebih mudah. Disamping itu sapi diberikan juga rumput potong dan konsentrat.
Karena kondisi padang penggembalaan yang tidak dikelola dengan baik mempunyai kapasitas tampung rendah karena produksi dan mutu hijauan yang dihasilkan juga rendah, hal ini akan berdampak pada penampilan produksi dan reproduksi ternak.
4. Potensi Pengembangan Sumber Pakan
Sebagaian besar lahan pada UPTD. Ternak Ruminansia ditanami masyarakat dengan sawit lebih kurang 300 ha. Direncanakan untuk pengembangan ternak kedepan dengan memanfaatkan kebun sawit dengan sistem integrasi sapi sawit. Sebagai sumber pakan hijauan dapat diperoleh dari rumput hijauan pada area perkebunan, disamping dapat memanfaatkan produk sampingan seperti pelepah sawit, solid, dan bungkil sawit. Produk sampingan tersebut sangat bermanfaat karena tersedia sepanjang tahun tidak seperti hijauan yang menjadi sangat terbatas pada saat musim kemarau.
Namun kondisi sekarang masih ditemui kendala dalam memelihara ternak dibawah kebun sawit, karena masyaratakat sering melakukan penyemprotan dibawah kebun sawit, sementara rumput dibawah kebun sawit adalah sumber pakan hijauan yang akan dimanfaatkan sebagai pakan hijauan ternak. Hal ini nanti dapat menyebabkan keracunan terhadap ternak yang memakannya.
Materi dan Metode
Materi yang dibahas adalah mengkaji potensi sumber daya lahan menyangkut faktor pendukung dalam rangka peningkatan produksi dan produktifitas ternak sapi di Uptd. Ternak ruminansia dan menganalisa semua permasalahan yang ada, sehingga dapat disusun rencana program dan kegiatan untuk lima (5) tahun kedepan yaitu tahun 2021 sampai dengan 2014.
Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara dengan kepala UPTD dan pejabat struktural dan staf. Ternak ruminansia. Pengambilan data sekunder menyangkut dengan ketersediaan pakan ternak antara lain luas padang pengembalaan, luas lahan rumput potong dan leguminosa, populasi ternak yang ada, dan kondisinya sekarang serta sarana prasara yang mendukung pengembangan ternak.
Metode yang dipakai adalah dengan metode survei dan mengamati lansung kelapangan potensi yang ada, kemudian mengidentifikasi semua permasalahan yang menyangkut dengan issu strategis, mengolah data sekunder luas lahan yang dikaitkan dengan ketersediaan pakan, daya tampung ternak dan jumlah populasi ternak yang ada . Mengkaji berapa kemampuan daya tampung ternak kondisi sekarang dan upaya apa yang akan dilakukan dengan pengembangan ternak selanjutnya.
Analisa dan Pembahasan
UPTD Ternak Ruminansia Air Runding, merupakan salah satu Uptd yang terletak di Kabupaten Pasaman Barat yang merupakan Kabupaten terpilih sebagai daerah wilayah sumber bibit. Seiring dengan hal tersebut merujuk kepada salah satu fungsi dari uptd tersebuat, salah satu fungsi UTD.Ternak Ruminansia berdasarkan Peraturan Gubernur Sumatera Barat Nomor 103 Tahun 2017, diantaranya adalah pelaksanaan pusat pengembangan dan pembibitan ternak sapi, kerbau, kambing/domba untuk memperbaiki mutu genetik, peningkatan produktifitas ternak baik dari sisi kualitas maupun kuantitas.
Hal ini sebenarnya merupakan peluang bagi Sumatera Barat dalam mewujudkan sebagai wilayah sumber bibit nantinya. Kita mempunyai kekuatan yang mendukung terwujudnya Sumatera Barat sebagai wilayah sumber bibit, yaitu dengan penetapan Kab. Pasaman Barat sebagai Kabupaten terpilih sebagai daerah wilayah sumber bibit sapi Bali, sebagaimana yang diatur dalam pedoman pelaksanaan pewilayahan sumber bibit Tahun 2015 Ditjen Peternakan dan kesehatan hewan.
Isu rendahnya produksi dan produktivitas sapi pada UPTD Ternak Ruminansia setelah dilakukan identifikasi masalah, maka penyebabnya adalah kurangnya ketersediaan pakan ternak, baik kuantitas maupun kualitas. Sebagaimana kita ketahui bahwa ketersediaan makanan dalam usaha peternakan merupakan faktor penting, kekurangan makanan menyebabkan produksi ternak dan produktifitas ternak menurun, karena kekurangan makanan (energi) akan mempengaruhi prestasi reproduksi, menghambat pertumbuhan, menurunkan berat badan dan timbulnya gangguan reproduksi, seperti an estrus, terlambatnya dewasa kelamin, rendahnya angka kebuntingan sehingga jarak beranak lebih panjang.
1. Sumber Pakan Ternak pada UPTD Ternak Ruminansia
Sumber pakan ternak pada Uptd adalah antara lain, dari lahan padang pengembalaan, rumput potong, leguminosa, lahan sawit. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel.1. Sumber Ketersediaan Hijauan Pakan Ternak sapi pada di Uptd . Ternak Ruminansia Air Runding, kondisi September 2020
|
Kondisi Lahan Pakan HMT |
|||
No. |
Jenis |
Luas (Ha) |
Kondisi baik (Ha) |
Keterangan |
1. |
Padang Pengembalaan |
20 |
5 |
Produksi tidak maksimal |
2. |
Rumput Potong |
2 |
0,25 |
Dalam proses perawatan |
3. |
Leguminosa |
2, 5 |
|
Belum dimanfaatkan secara maksimal |
4. |
Lawah Sawit |
300 |
|
Belum dimanfaatkan sebagai sumber pakan |
Dari tabel 1 diatas terlihat bahwa luas padang pengembalaan adalah yang 20 ha, namun hanya 5 ha yang dalam kondisi baik, rumput potong dari 2 ha hanya 0,25 yang produksinya maksimal, tanaman leguminosa 2,5 ha belum dimanfaatkan secara maksimal, lahan sawit 300 ha belum lagi dimanfaatkan sebagai pengembangan ternak dengan sitem integrasi.
Estimasi produksi hijauan di padang pengembalaan dihitung berdasarkan asumsi bahwa satu haktar ( 1 ha ) padang pengembalaan menghasilkan hijauan pakan sebesar 25.550 kg hijauan atau 25.55 ton hijauan per tahun ( Ditjen Peternakan, 1985), kalau padang pengembalaan luasnya 20 ha berarti produksi pakan hijauan pertahun adalah sebanyak 511.000 kg. Selanjutnya Menurut Wibisono, 2008, bahwa produksi rumput kinggras adalah 200 sd 250 kg per ha pertahun ( 40 kg per panen) kalau rumput potong hanya 0.25 berati produksinya hanya lebih kurang 50 sd 63 kg per tahun.
Sementara kebutuhan pakan hijauan untuk sapi adalah 10% dari berat badan sapi yaitu berkisar antara 25 sd 35 kg/ekor/hari dan pakan konsentrat yang diberikan sebanyak 1 – 2 % dari berat badan ternak atau sekitar 2 – 4 kg/ekor/hari .
Jumlah ternak dewasa dan muda yang ada sekarang adalah sebanyak 267 ekor (228 ekor sapi bali, sapi pesisir 37 ekor dan sapi simental 2 ekor) yang membutuhkan hijauan pakan ternak sebanyak 25 sd 35 kg per hari maka jumlah pakan hijauan yang dibutuhkan untuk 1 tahun adalah sebanyak 2.436.375 sd 3.410.925 kg. Sementara produksi hijauan dari 20 ha Padang pengembalaan adalah sebanyak 511.000 kg ( 20 x 25.550 kg/ha/tahun) dan rumput potong adalah sebanyak 511.063 kg artinya minus sebanyak 1.925.312 sd 2.899.862 kg. Kalau menurut perhitungan ini hanya bisa menyediakan pakan untuk 40 sd 56 ekor ternak. Perhitungan ini tidak jauh berbeda dari pendapat pendapat Susetyo (1980) yang menyatakan beberapa padang penggembalaan yang baik mempunyai kapasitas tampung 0,4 hektar untuk 1 ST atau satuan hektar lahan dapat menampung 2,5 ST/th, jadi kalau padang pengembalaan 20 ha berarti daya tampung ternak adalah sebanyak 50 ST.
Kondisi padang pengembalaan terlihat cendrung menurun produktivitasnya, hal ini tentu akibat kelebihan kapasitas tampung/ over grazzing yang akan berakibat buruk pada pastura, karena rumput akan tumbuh secara lambat, sehingga kebutuhan pakan hijauan untuk ternak tidak dapat tercukupi. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut perlu diperhitungkan kapasitas daya tampung serta diringi dengan upaya perbaikan pengelolaan dan penambahan perluasan areal padang pengembalaan,
Menurut (Brum et al., 2007) peningkatan kualitas padang penggembalaan dapat dilakukan dengan memberlakukan rotasi padang penggembalaan, introduksi spesies tumbuhan pakan ternak dan pemupukan dapat mempengaruhi perubahan komposisi vegetasi yang ada di padang penggembalaan.
2. Populasi Ternak
Populasi ternak pada uptd termnak ruminansia berjumlah sebanyak 323 ekor dengan jenis dan rincian sebagaimana pada Tabel 2.
Tabel 2. Jenis dan Populasi Ternak Sapi pada UPTD Ternak Ruminansi
pada bulan September 2020
No |
Populasi Sapi Potong |
||||||||||
|
Jenis |
Bali |
Pesisir |
Simental |
|||||||
1. |
|
Jumlah |
Tidak layak |
Layak |
Jumlah |
Tidak Layak |
Layak |
|
|
||
2. |
Jantan |
15 |
6 |
9 |
1 |
|
1 |
|
|
||
3. |
Betina |
199 |
149 |
50 |
22 |
22 |
|
|
|
||
4. |
Jantan muda |
8 |
|
8 |
8 |
|
8 |
1 |
|
||
5. |
Betina dara |
6 |
|
6 |
6 |
|
6 |
1 |
|
||
6. |
Anak jantan |
13 |
|
13 |
7 |
|
7 |
|
|
||
7. |
Anak betina |
16 |
|
16 |
20 |
|
20 |
|
|
||
|
Total |
257 |
155 |
102 |
64 |
22 |
42 |
2 |
|
||
Dari Tabel 2. terlihat bahwa sapi bali jumlahnya sebanyak 257 ekor, dewasa jumlah 214 ekor yang terdiri induk 199 ekor, pejantan 15 ekor. Dari hasil penilaian terdapat 149 ekor induk tidak efisien lagi untuk di kembangkan, berarti hanya 50 ekor induk yang layak/efisien untuk dikembangkan. Sapi jantan ada 6 ekor yang tidak layak lagi dipakai sebagai penjantan, jadi hanya 9 ekor yang baik untuk pejantan. Jadi dari sapi bali hanya hanya ada 102 yang akan kita kembangkan.
Sapi pesisir berjumlah sebanyak 64 ekor, Berdasarkan penilaian semua ternak induk dikategorikan tidak produktif/tidak efisien lagi untuk dikembagkan.jadi yang akan dikembangkan adalah sebanyak 42 ekor.
Total sapi sebanyak 323 ekor, sapi yang dianggap tidak produktif lagi untuk dipelihara adalah sebanyak 177 ekor, sementara sapi yang masih produktif/ akan dikembangkan adalah berjumlah sebayak 146 ekor.
3. Rencana Kegiatan
Untuk peningkatan populasi, produksi dan produktifitas ternak ada beberapa Program dan Kegiatan yang akan diusulkan yaitu:
a. Potensi Pengembangan Ternak
Lahan sawit merupakan potensi sumber pakan yang akan dimanfaatkan untuk pengembangan ternak dengan sistem integrasi seluas 300 ha, dengan lahan yang tersedia dapat ditingkatkan populasi sapi 600 sd 900 ekor. Hasil studi menunjukkan bahwa per ha kebun sawit dapat menyediakan pakan untuk 1-3 ekor sapi dewasa.
Menurut Gusnar (2014) sistem integrasi ternak sapi dalam kebun kelapa sawit merupakan salah satu cara efektif meningkatkan produktivitas pangan berwujud nabati dan hewani. Manfaat langsung yang diperoleh petani dari mengintegrasikan sawit dengan sapi, yakni hijauan dan limbah tanaman sawit dapat dimanfaatkan untuk menambah kebutuhan pakan bagi sapi. Sedangkan kotoran hewan ternak itu dapat dijadikan kompos untuk meningkatkan kesuburan tanaman kelapa sawit.
b. Culling Ternak/Afkir
Ternak-ternak yang tidak efisien lagi untuk dikembangkan berdasarkan hasil penilaian dan catatan produksi sebaiknya di culling saja, agar dapat menghemat pemberian pakan ternak.
c. Sertifikasi Good farming Practices.
Dalam rangka meningkatkan daya saing, nilai tambah, produksi dan produktivitas serta mutu dan keamanan produksi yang dihasilkan terhadap perusahaan dan peternak yang telah menerapkan Pedoman Budidaya Ternak Yang Baik (Good Farming Practices) perlu diberikan sertifikat yang menerangkan kesesuaian manajemen pemeliharaan terhadap penerapan pedoman budidaya ternak yang baik(Good Farming Practices)
d. Uji Performan
Peningkatan produksi ternak sapi potong dapat dilakukan melalui peningkatan jumlah dan perbaikan mutu bibit sapi potong. Salah satu upaya yang dilakukan dalam meningkatkan jumlah dan mutu ternak sapi potong yang unggul dan bermutu tinggi adalah dengan pelaksanaan Uji Performan untuk memilih ternak bibit sapi potong berdasarkan sifat kualitatif dan kuantitatif. Dari hasil uji performan dapat diseleksi ternak-ternak yang akan dipersiapkan untuk pengganti induk dan pejantan.
e. Pengadaan/ perbaikan sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam pemeliharaan ternak, seperti pembatas peddok dibuat sedemikian rupa agar ternak tidak bisa keluar masuk pada peddok yang sedang tahap pemeliharaan, sehingga produksi dapat maksimal.
f. Perluasan dan perbaikan tanaman rumput potong dan leguminosa perlu dilakukan mengingat kebutuhan ternak yang selalu meningkat seiring dengan meningkatnya poulasi ternak.
Adapun usulan kegiatan dapat dilihat pada Tabel 3 dan 4.
Tabel. 3. Rencana Program Pengembangan Ternak pada UPTD Ternak Ruminansia
Air Runding Tahun 2021-2025
|
Program Peningkatan produksi Ternak |
|||||
|
Uraian Kegiatan |
2021 |
2022 |
2023 |
2024 |
2025 |
A.
1. 2.
3
4. 5. 6. 7.
8.
9. |
Peningkatan Sarana dan prasarana Pemanfaatan Lahan sawit ( Integrasi ) Perluasan dan perawatan Padang Pengembalaan Penanamandan perawatan rumput potong dan leguminosa Pemanfaatan teknologi pakan ternak Pembuatan dan perbaikan pembatas/pagar dan peddok Pengadaan pakan konsentrat Pembuatan dan rehab kandang ternak. Kerjasama pengadaan pakan hijauan ternak. Seduan Ternak kep Kelompok sekitar lokasi ( sistim inti dan plasma) |
v v
v
v v v
v v
v |
v v
v
v v v
v v
v |
v v
v
v - v
v -
v |
v v
v
v - v
- -
- |
v
v
v - v
- -
v |
Tabel. 4. Rencana Program Pengembangan Ternak pada UPTD Ternak Ruminansia
Air Runding Tahun 2021-2025
|
Program Peningkatan produksi Ternak |
|||||
|
Uraian kegiatan |
2021 |
2022 |
2023 |
2024 |
2025 |
B.
1. 2.
3 4. 5.
|
Pengembangan dan peningkatan mutu ternak Culling/afkir Ternak yang tidak produktif Sertifikasi Good Farming Practices (GFP) Peningkatan populasi ternak Pelaksanaan Uji Performance ternak. Seleksi ternak pengganti
|
v v -
|
- v v v |
v - v v
|
- - v v |
v - - |
Kesimpulan dan Saran
Penigkatan produksi dan produktifitas ternak berkorelasi dengan ketersediaan pakan ternak baik secara kuantitas maupun kualitas. Untuk menjamin ketersediaan pakan ternak sepanjang waktu, perlunya pengelolaan yang intensif pada sumber-sumber pakan hijauan ( padang pengembalaan, rumput potong, leguminosa dan lain-lain).
Sedangkan untuk menjamin ketersediaan ternak pengganti, diperlukan seleksi secara kontiniu terhadap calon induk dan pejantan yang memperlihatkan prestasi produksi terbaik. Selanjutnya untuk menghindari terjadinya inbreeding perlu dilakukan rotasi pejantan. Terutama sekali perlu adanya komitmen bersama dalam menjalan SOP dan dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaanya.
Daftar Pustaka.
Abidin, Z. 2002. Penggemukan Sapi potong. Agromedia Pustaka, Jakarta.
BPTU HPT, 2017. Tentang Rumput Raja (Kinggras) bptu-htpindrapuri.cm
BPP. Kecamatan Bilah Hilir. Labuhan Batu (Dikutip dari: Sumut/ANTARA/Online/15 Februari 2014.
Brum, M. D. S., Ferreira De Quadros, F. L., Martins, J. D., Bandi-nelli, D. G., Rossi, G. Rossi, G. E., Daniel, E., Aurelio, N. D. (2007). Vegetation dynamics of natural grassland under different management systems. Ciencia Rural, 37, 855–861.
Ditjen PKH, 2015, Pedoman Pelaksanaan Pewilayahan sumber bibit.
E., Daniel, E., Aurelio, N. D. (2007). Vegetation dynamics of natural grassland under different management systems. Ciencia Rural, 37, 855–861.
Gusnar. 2014b. Produktivitas Integrasi Kelapa Sawit dan Sapi di Labuhan Batu. BPP. Kecamatan Bilah Hilir. Labuhan Batu(Dikutip dari: Sumut/ANTARA/Online/15 Februari 2014.
Rusfidra, 2007. Sapi pesisir, sapi asli di Indonesia di Sumatera Barat.
Saladin, R. 1983. Penampilan sifat-sifat produksi dan reproduksi sapi local pesisir selatan di provinsi sumatera barat. Disertasi .fakultas pascasarjana institute pertanian bogor.
Soedrajat,S. 2000. Potensi dan Prospek Bahan Pakan Lokal dalam Memgembangkan Industri Peternakan Di Indonesia. Buletin Peternakan.Edisi Tambahan: 11-15.